Penganugerahan Gelar Pahlawan Soeharto Dikecam: Aktivis Nilai Bertentangan dengan Semangat Reformasi
![]() |
| Diskusi Publik Jarum Demokrasi, Sumber Foto: Istimewa. |
“Syarat utama menjadi pahlawan adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Soeharto memimpin rezim yang banyak melakukan pelanggaran HAM berat. Pemberian gelar ini justru berpotensi menjustifikasi tragedi kelam masa lalu,”
Jakarta — Sejumlah organisasi masyarakat sipil menolak keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Penolakan itu disuarakan dalam diskusi publik bertema “Dosa Besar Orde Baru, Pengkhianatan Reformasi, dan Penghambaan Oligarki” yang digelar oleh Jaringan Muda untuk Demokrasi (Jarum Demokrasi) bersama Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) dan Serikat Mahasiswa Progresif (SEMPro) di Kampus IISIP Jakarta Selatan, pada Senin (10/11/2025).
Tiga narasumber hadir dalam diskusi tersebut, yakni Edi Kurniawan Wahid dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asep Komarudin dari Greenpeace, serta Violla Reinanda, pakar hukum tata negara dari STH Jentera.
Dalam paparannya, Edi Kurniawan Wahid menilai keputusan pemerintah itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
“Syarat utama menjadi pahlawan adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Soeharto memimpin rezim yang banyak melakukan pelanggaran HAM berat. Pemberian gelar ini justru berpotensi menjustifikasi tragedi kelam masa lalu,” kata Edi.
Violla Reinanda menyoroti aspek politik dan hukum dari keputusan tersebut. Ia menyebut, corak kekuasaan pasca-Reformasi menunjukkan pola autocratic-legalism, di mana hukum kerap digunakan untuk mengokohkan kekuasaan, bukan keadilan sosial.
“Kebijakan rezim hari ini masih memiliki irisan kuat dengan warisan ekonomi-politik Orde Baru,” ujarnya.
Sementara Asep Komarudin menilai, dosa besar rezim Orde Baru tidak hanya pada pelanggaran HAM, tetapi juga pada model pembangunan yang bersifat ekstraktif dan eksploitatif terhadap sumber daya alam.
“UU Penanaman Modal Asing di masa Soeharto menjadi pintu masuk perampasan ruang hidup masyarakat adat dan kehancuran lingkungan. Dampaknya masih kita rasakan hingga kini,” tutur Asep.
Melalui forum ini, Jarum Demokrasi menyerukan agar pemerintah tidak melakukan revisi sejarah demi kepentingan politik.
“Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bertentangan dengan semangat Reformasi dan prinsip demokrasi. Kami mendesak Presiden Prabowo untuk membatalkannya,” tegas pernyataan resmi Jarum Demokrasi.
Diskusi ini menjadi bentuk refleksi dan penegasan bahwa perjuangan untuk keadilan dan demokrasi belum berakhir, serta sejarah tidak boleh dibungkam oleh kekuasaan.

Join the conversation