BEM Akper Buntet Pesantren Cirebon Soroti Kasus Raya: "Bukan Hanya Tragedi, tapi Tamparan bagi Negara!"
Cirebon 20 Agustus 2025 — Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Akper Buntet Pesantren Cirebon, Asyfia Zakiyah Rahmah, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meninggalnya Raya, balita 4 tahun yang tubuhnya dipenuhi ribuan cacing gelang. Asyfia, melalui rilis persnya pada hari Rabu, 20 Agustus 2025, menegaskan bahwa kasus Raya bukan sekadar tragedi individu, melainkan cerminan kelam penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan responsivitas birokrasi di Indonesia. Pernyataan BEM ini dilansir dari unggahan video @rumah_teduh_sahabat_iin berdurasi 9 menit yang mengungkap kronologi pilu Raya.
Realitas yang Terabaikan: Lonceng Peringatan bagi Perlindungan Sosial
menyoroti bagaimana Raya, yang lahir dari ibu dengan kondisi mental memprihatinkan, tidak memiliki identitas resmi maupun jaminan kesehatan seperti BPJS. Raya ditemukan tak sadarkan diri pada 13 Juli 2025, dan bahkan Terancam status pasien umum dalam waktu 3x24 jam. "Ini adalah lonceng peringatan pertama tentang celah besar dalam sistem perlindungan sosial kita," ujar Asyfia. "Bagaimana mungkin seorang anak bisa terdampar tanpa payung hukum dan jaminan kesehatan dasar hingga pada titik kritis seperti ini?"
Labirin Birokrasi yang Mematikan: Menguji Kemanusiaan
Dalam keterangannya, Asyfia Zakiyah Rahmah juga mengecam birokrasi yang berbelit-belit yang dihadapi Raya saat berjuang melawan maut. Dari dinas sosial kota, kabupaten, hingga dinas kesehatan, Raya "dipimpong" tanpa kepastian. Alasan klasik "anggaran tak ada" dan solusi absurd untuk memindahkan Raya ke rumah sakit yang jauh, padahal dalam kondisi koma, menjadi bukti nyata kekakuan sistem. "Ironisnya, nyawa seorang anak kecil tidak cukup berharga hingga negara harus menunggu sebuah isu menjadi trending topic dulu untuk bergerak," tegasnya. Asyfia mempertanyakan mekanisme pengambilan keputusan yang terkesan lamban dan reaktif.
Kenyataan Mengguncang Jiwa: Perjuangan Melawan Waktu dan Sistem
Asyfia Zakiyah Rahmah menjelaskan kondisi mengerikan Raya di ruang perawatan, di mana cacing gelang sepanjang 15 cm ditarik dari hidung, mulut, kemaluan, dan anus. Lebih dari satu kilogram cacing berhasil dikeluarkan, namun ribuan telur cacing masih bersarang di seluruh tubuhnya, bahkan di kepala, seperti yang terlihat pada hasil CT scan dan rontgen. Cacing gelang/ ascariasis, yang menyebar melalui tanah dan banyak ditemukan di wilayah tropis seperti Indonesia, kemungkinan besar menjangkiti Raya karena kebiasaannya bermain di bawah kolong rumah bersama ayam.
"Di tengah perjuangan hidup dan mati, waktu justru habis untuk urusan administrasi," sesal Asyfia. Tagihan rumah sakit yang membengkak hingga belasan juta rupiah menjadi beban finansial dan moral yang besar. "Ke mana tanggung jawab negara saat rakyatnya sekarat? Fokus pada prosedur administratif yang berbelit di saat kritis menunjukkan adanya ketidaksesuaian prioritas dalam sistem pelayanan kesehatan kita," tegasnya.
Tamparan Keras bagi Nurani dan Harapan akan Perbaikan Sistem
Asyfia menegaskan bahwa kisah Raya adalah tamparan keras bagi semua pihak, terutama mereka yang berwenang. "Apakah kesehatan anak bangsa hanya menjadi slogan saat kampanye? Apakah akses layanan kesehatan gratis hanya manis di spanduk dan baliho?" tanyanya. Ia berharap peristiwa ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah agar lebih tanggap dalam menangani kasus gizi buruk dan kesehatan anak di daerah, serta menyederhanakan akses layanan kesehatan yang seringkali terhambat oleh prosedur administrasi yang rumit.
Raya Telah Pergi, Perjuangan Harus Tetap Berlanjut
"Raya akhirnya menyerah pada takdir, berpulang pada Kamis, 22 Juli 2025, meninggalkan tagihan rumah sakit hampir 23 juta rupiah," tutur Asyfia dengan nada prihatin. "Maafkan ibu yang tak berdaya, maafkan sistem yang lamban."
Asyfia Zakiyah Rahmah menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa meski Raya telah tiada, perjuangan tidak akan berhenti. "Kisah Raya akan menjadi pengingat abadi, cambuk bagi negeri ini untuk berbenah," pungkasnya. "Berapa banyak Raya lain di luar sana yang akan menyusul, sementara para pemangku kebijakan masih sibuk berdebat anggaran dan berfoto seremonial? Sudah saatnya kita menuntut perbaikan sistem yang fundamental agar tidak ada lagi Raya-Raya lain yang harus menghadapi kenyataan pahit ini."
Join the conversation